Keutamaan Wanita Shalehah
:: KEUTAMAAN
WANITA SHALIHAH
Abdullah bin Amr radhiallahu ‘anhuma meriwayatkan sabda
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
الدُّنْيَا مَتاَعٌ وَخَيْرُ مَتَاعِ الدُّنْيَا
الْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ
“Sesungguhnya dunia itu adalah perhiasan[2] dan
sebaik-baik perhiasan dunia adalah wanita shalihah.”
(HR. Muslim no. 1467)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada
Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ
الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا
أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik
perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan
menyenangkannya[3], bila diperintah[4] akan mentaatinya[5], dan bila ia pergi
si istri ini akan menjaga dirinya.”
(HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah
berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat
Muslim.”)
Berkata Al-Qadhi ‘Iyyadh rahimahullah:
“Tatkala Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerangkan
kepada para sahabatnya bahwa tidak berdosa mereka mengumpulkan harta selama
mereka menunaikan zakatnya, beliau memandang perlunya memberi kabar gembira
kepada mereka dengan menganjurkan mereka kepada apa yang lebih baik dan lebih
kekal yaitu istri yang shalihah yang cantik (lahir batinnya) karena ia akan
selalu bersamamu menemanimu. Bila engkau pandang menyenangkanmu, ia tunaikan
kebutuhanmu bila engkau membutuhkannya. Engkau dapat bermusyawarah dengannya
dalam perkara yang dapat membantumu dan ia akan menjaga rahasiamu. Engkau dapat
meminta bantuannya dalam keperluan-keperluanmu, ia mentaati perintahmu dan bila
engkau meninggalkannya ia akan menjaga hartamu dan memelihara/mengasuh
anak-anakmu.” (‘Aunul Ma‘bud, 5/57)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah pula
bersabda:
أَرْبَعٌ مِنَ السَّعَادَةِ: اَلْمَرْأَةُ
الصَّالِحَةُ، وَالْمَسْكَنُ الْوَاسِعُ، وَالْجَارُ الصَّالِحُ، وَالْمَرْكَبُ
الْهَنِيُّ. وَأَرْبَعٌ مِنَ الشّقَاءِ: الْجَارُ السّوءُ، وَاَلْمَرْأَةُ
السُّوءُ، وَالْمَركَبُ السُّوءُ، وَالْمَسْكَنُ الضَّيِّقُ.
“Empat perkara termasuk dari kebahagiaan, yaitu wanita
(istri) yang shalihah, tempat tinggal yang luas/ lapang, tetangga yang shalih,
dan tunggangan (kendaraan) yang nyaman. Dan empat perkara yang merupakan
kesengsaraan yaitu tetangga yang jelek (tidak shalih/shalihah), istri yang
jelek (tidak shalihah), kendaraan yang tidak nyaman, dan tempat tinggal yang
sempit.”
(HR. Ibnu Hibban dalam Al-Mawarid hal. 302, dishahihkan
Asy-Syaikh Muqbil dalam Al-Jami’ush Shahih, 3/57 dan Asy-Syaikh Al Albani dalam
Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 282)
Ketika Umar ibnul Khaththab radhiallahu ‘anhu bertanya
kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam: “Wahai Rasulullah, harta
apakah yang sebaiknya kita miliki?” Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menjawab:
لِيَتَّخِذْ أَحَدُكُمْ قَلْبًا شَاكِرًا
وَلِسَاناً ذَاكِرًا وَزَوْجَةً مُؤْمِنَةً تُعِيْنُ أَحَدَكُمْ عَلَى أَمْرِ
الآخِرَةِ
“Hendaklah salah seorang dari kalian memiliki hati yang
bersyukur, lisan yang senantiasa berdzikir dan istri mukminah YANG AKAN
MENOLONGMU DALAM PERKARA AKHIRAT.”
(HR. Ibnu Majah no. 1856, dishahihkan Asy-Syaikh Al
Albani rahimahullah dalam Shahih Ibnu Majah no. 1505)
Cukuplah kemuliaan dan keutamaan bagi wanita shalihah
dengan anjuran Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bagi lelaki yang ingin
menikah untuk mengutamakannya dari yang selainnya. Beliau Shallallahu ‘alaihi
wa sallam bersabda:
تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ ِلأََرْبَعٍ: لِمَالِهَا
وَلِحَسَبِهَا وَلِجَمَالِهَا وَلِدِيْنِهَا. فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّيْنِ
تَرِبَتْ يَدَاكَ
“Wanita itu dinikahi karena empat perkara yaitu karena
hartanya, karena keturunannya, karena kecantikannya, dan karena agamanya. Maka
pilihlah olehmu wanita yang punya agama, engkau akan beruntung.”
(HR. Al-Bukhari no. 5090 dan Muslim no. 1466)
Empat hal tersebut merupakan faktor penyebab
dipersuntingnya seorang wanita dan ini merupakan pengabaran berdasarkan
kenyataan yang biasa terjadi di tengah manusia, bukan suatu perintah untuk
mengumpulkan perkara-perkara tersebut, demikian kata Al-Imam Al-Qurthubi
rahimahullah. Namun dzahir hadits ini menunjukkan boleh menikahi wanita karena
salah satu dari empat perkara tersebut, akan tetapi memilih wanita karena
agamanya lebih utama. (Fathul Bari, 9/164)
Al-Hafidz Ibnu Hajar rahimahullah berkata:
“(فَاظْفَرْ بِذَاتِ
الدِّيْنِ)
maknanya: yang sepatutnya bagi seorang yang beragama dan
memiliki muruah (adab) untuk menjadikan agama sebagai petunjuk pandangannya
dalam segala sesuatu terlebih lagi dalam suatu perkara yang akan tinggal lama
bersamanya (istri). Maka Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan
untuk mendapatkan seorang wanita yang memiliki agama di mana hal ini merupakan
puncak keinginannya.” (Fathul Bari, 9/164)
Al-Imam An-Nawawi rahimahullah berkata:
“Dalam hadits ini ada anjuran untuk berteman/bersahabat
dengan orang yang memiliki agama dalam segala sesuatu karena ia akan mengambil
manfaat dari akhlak mereka (teman yang baik tersebut), berkah mereka, baiknya
jalan mereka, dan aman dari mendapatkan kerusakan mereka.” (Syarah Shahih
Muslim, 10/52)
SIFAT-SIFAT ISTRI SHALIHAH
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ
بِمَا حَفِظَ اللَّهُ
“Wanita (istri) shalihah adalah yang taat lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada dikarenakan Allah telah memelihara
mereka.” (An-Nisa: 34)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan di antara sifat
wanita shalihah adalah taat kepada Allah dan kepada suaminya dalam perkara yang
ma‘ruf[6] lagi memelihara dirinya ketika suaminya tidak berada di sampingnya.
Asy-Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa‘di rahimahullah
berkata:
“Tugas seorang istri adalah menunaikan ketaatan kepada
Rabbnya dan taat kepada suaminya, karena itulah Allah berfirman: “Wanita
shalihah adalah yang taat,” yakni taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, “Lagi
memelihara diri ketika suaminya tidak ada.” Yakni taat kepada suami mereka
bahkan ketika suaminya tidak ada (sedang bepergian, pen.), dia menjaga suaminya
dengan menjaga dirinya dan harta suaminya.” (Taisir Al-Karimir Rahman, hal.177)
Ketika Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
menghadapi permasalahan dengan istri-istrinya sampai beliau bersumpah tidak
akan mencampuri mereka selama sebulan, Allah Subhanahu wa Ta’ala menyatakan
kepada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam:
عَسَى رَبُّهُ إِنْ طَلَّقَكُنَّ أَنْ يُبْدِلَهُ
أَزْوَاجًا خَيْرًا مِنْكُنَّ مُسْلِمَاتٍ مُؤْمِنَاتٍ قَانِتَاتٍ تآئِبَاتٍ
عَابِدَاتٍ سآئِحَاتٍ ثَيِّبَاتٍ وَأَبْكَارًا
“Jika sampai Nabi menceraikan kalian[7], mudah-mudahan
Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik
daripada kalian, muslimat, mukminat, qanitat, taibat, ‘abidat, saihat dari
kalangan janda ataupun gadis.” (At-Tahrim: 5)
Dalam ayat yang mulia di atas disebutkan beberapa sifat
istri yang shalihah yaitu:
1. Muslimat: wanita-wanita yang ikhlas (kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala), tunduk kepada perintah Allah ta‘ala dan perintah
Rasul-Nya.
2. Mukminat: wanita-wanita yang membenarkan perintah dan
larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala
3. Qanitat: wanita-wanita yang taat
4. Taibat: wanita-wanita yang selalu bertaubat dari
dosa-dosa mereka, selalu kembali kepada perintah (perkara yang ditetapkan)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam walaupun harus meninggalkan apa yang
disenangi oleh hawa nafsu mereka.
5. ‘Abidat: wanita-wanita yang banyak melakukan ibadah
kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala (dengan mentauhidkannya karena semua yang
dimaksud dengan ibadah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala di dalam Al-Qur’an
adalah tauhid, kata Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma).
6. Saihat: wanita-wanita yang berpuasa. (Al-Jami‘ li
Ahkamil Qur’an, 18/126-127, Tafsir Ibnu Katsir, 8/132)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyatakan:
إِذَا صَلَّتِ الْمَرْأَةُ خَمْسَهَا، وَصَامَتْ
شَهْرَهَا، وَحَفِظَتْ فَرْجَهَا، وَأَطَاعَتْ زَوْجَهَا، قِيْلَ لَهَا: ادْخُلِي
الْجَنَّةَ مِنْ أَيِّ أَبْوَابِ الْجَنَّةِ شِئْتِ
“Apabila seorang wanita shalat lima waktu, puasa sebulan
(Ramadhan), menjaga kemaluannya dan taat kepada suaminya, maka dikatakan
kepadanya: Masuklah engkau ke dalam surga dari pintu mana saja yang engkau
sukai.”
(HR. Ahmad 1/191, dishahihkan Asy-Syaikh Al Albani
rahimahullah dalam Shahihul Jami’ no. 660, 661)
Dari dalil-dalil yang telah disebutkan di atas, dapatlah
kita simpulkan bahwa sifat istri yang shalihah adalah sebagai berikut:
1. Mentauhidkan Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan
mempersembahkan ibadah hanya kepada-Nya tanpa menyekutukan-Nya dengan
sesuatupun.
2. Tunduk kepada perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala,
terus menerus dalam ketaatan kepada-Nya dengan banyak melakukan ibadah seperti
shalat, puasa, bersedekah, dan selainnya. Membenarkan segala perintah dan
larangan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
3. Menjauhi segala perkara yang dilarang dan menjauhi
sifat-sifat yang rendah.
4. Selalu kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
bertaubat kepada-Nya sehingga lisannya senantiasa dipenuhi istighfar dan dzikir
kepada-Nya. Sebaliknya ia jauh dari perkataan yang laghwi, tidak bermanfaat dan
membawa dosa seperti dusta, ghibah, namimah, dan lainnya.
5. Menaati suami dalam perkara kebaikan bukan dalam
bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan melaksanakan hak-hak suami
sebaik-baiknya.
6. Menjaga dirinya ketika suami tidak berada di sisinya.
Ia menjaga kehormatannya dari tangan yang hendak menyentuh, dari mata yang
hendak melihat, atau dari telinga yang hendak mendengar. Demikian juga menjaga
anak-anak, rumah, dan harta suaminya.
Sifat istri shalihah lainnya bisa kita rinci berikut ini
berdasarkan dalil-dalil yang disebutkan setelahnya:
1. Penuh kasih sayang, selalu kembali kepada suaminya
dan mencari maafnya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :
أَلاَ أُخْبِرُكُمْ بِنِسَائِكُمْ مِنْ أَهْلِ
الْجَنَّةِ؟ اَلْوَدُوْدُ الْوَلُوْدُ الْعَؤُوْدُ عَلَى زَوْجِهَا، الَّتِى إِذَا
غَضِبَ جَاءَتْ حَتَّى تَضَعَ يَدَهَا فِي يَدِ زَوْجِهَا، وَتَقُوْلُ: لاَ
أَذُوقُ غَضْمًا حَتَّى تَرْضَى
“Maukah aku beritahukan kepada kalian, ISTRI-ISTRI
KALIAN YANG MENJADI PENGHUNI SURGA? Yaitu istri yang penuh kasih sayang, banyak
anak, selalu kembali kepada suaminya. Di mana jika suaminya marah, dia
mendatangi suaminya dan meletakkan tangannya pada tangan suaminya seraya
berkata: “Aku tak dapat tidur sebelum engkau ridha.”
(HR. An-Nasai dalam Isyratun Nisa no. 257. Silsilah
Al-Ahadits Ash Shahihah, Asy-Syaikh Al Albani rahimahullah, no. 287)
2. Melayani suaminya (berkhidmat kepada suami) seperti
menyiapkan makan minumnya, tempat tidur, pakaian, dan yang semacamnya.
3. Menjaga rahasia-rahasia suami, lebih-lebih yang
berkenaan dengan hubungan intim antara dia dan suaminya. Asma’ bintu Yazid
radhiallahu ‘anha menceritakan dia pernah berada di sisi Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam. Ketika itu kaum lelaki dan wanita sedang duduk. Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya: “Barangkali ada seorang suami yang
menceritakan apa yang diperbuatnya dengan istrinya (saat berhubungan intim),
dan barangkali ada seorang istri yang mengabarkan apa yang diperbuatnya bersama
suaminya?” Maka mereka semua diam tidak ada yang menjawab. Aku (Asma) pun
menjawab: “Demi Allah! Wahai Rasulullah, sesungguhnya mereka (para istri)
benar-benar melakukannya, demikian pula mereka (para suami).” Beliau
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
فَلاَ تَفْعَلُوا، فَإِنَّمَا ذَلِكَ مِثْلُ
الشَّيْطَانِ لَقِيَ شَيْطَانَةً فِي طَرِيْقٍ فَغَشِيَهَا وَالنَّاسُ
يَنْظُرُوْنَ
“Jangan lagi kalian lakukan, karena yang demikian itu
seperti syaithan jantan yang bertemu dengan syaitan betina di jalan, kemudian
digaulinya sementara manusia menontonnya.” (HR. Ahmad 6/456, Asy-Syaikh Al
Albani rahimahullah dalam Adabuz Zafaf (hal. 63) menyatakan ada syawahid
(pendukung) yang menjadikan hadits ini shahih atau paling sedikit hasan)
4. Selalu berpenampilan yang bagus dan menarik di
hadapan suaminya sehingga bila suaminya memandang akan menyenangkannya.
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
أَلاَ أُخْبِرَكَ بِخَيْرِ مَا يَكْنِزُ
الْمَرْءُ، اَلْمَرْأَةُ الصَّالِحَةُ، إِذَا نَظَرَ إِلَيْهَا سَرَّتْهَ وَإِذَا
أَمَرَهَا أَطَاعَتْهَ وَإِذَا غَابَ عَنْهَا حَفِظَتْهَ
“Maukah aku beritakan kepadamu tentang sebaik-baik
perbendaharaan seorang lelaki, yaitu istri shalihah yang bila dipandang akan
menyenangkannya, bila diperintah akan mentaatinya dan bila ia pergi si istri ini
akan menjaga dirinya”. (HR. Abu Dawud no. 1417. Asy-Syaikh Muqbil rahimahullah
berkata dalam Al-Jami’ush Shahih 3/57: “Hadits ini shahih di atas syarat
Muslim.”)
5. Ketika suaminya sedang berada di rumah (tidak
bepergian/ safar), ia tidak menyibukkan dirinya dengan melakukan ibadah sunnah
yang dapat menghalangi suaminya untuk istimta‘ (bernikmat-nikmat) dengannya
seperti puasa, terkecuali bila suaminya mengizinkan. Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
لاَ يَحِلُّ لِلْمَرْأَةِ أَنْ تَصُومَ
وَزَوْجُهَا شَاهِدٌ إِلاَّ بِإِذْنِهِ
“Tidak halal bagi seorang istri berpuasa (sunnah)
sementara suaminya ada (tidak sedang bepergian) kecuali dengan izinnya”. (HR.
Al-Bukhari no. 5195 dan Muslim no. 1026)
6. Pandai mensyukuri pemberian dan kebaikan suami, tidak
melupakan kebaikannya, karena Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah
bersabda:
“Diperlihatkan neraka kepadaku, ternyata aku dapati
kebanyakan penghuninya adalah kaum wanita yang kufur.” Ada yang bertanya kepada
beliau: “Apakah mereka kufur kepada Allah?” Beliau menjawab: “Mereka mengkufuri
suami dan mengkufuri (tidak mensyukuri) kebaikannya. Seandainya salah seorang
dari kalian berbuat baik kepada seorang di antara mereka (istri) setahun penuh,
kemudian dia melihat darimu sesuatu (yang tidak berkenan baginya) niscaya dia
berkata: “Aku tidak pernah melihat darimu kebaikan sama sekali.” (HR.
Al-Bukhari no. 29 dan Muslim no. 907)
Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam juga pernah
bersabda:
لاَ يَنْظُرُ اللهُ إِلَى امْرَأَةٍ لاَ تَشْكُرُ
لِزَوْجِهَا وَهِيَ لاَ تَسْتَغْنِي عَنْهُ
“Allah tidak akan melihat kepada seorang istri yang
tidak bersyukur kepada suaminya padahal dia membutuhkannya.” (HR. An-Nasai
dalam Isyratun Nisa. Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah no. 289)
7. Bersegera memenuhi ajakan suami untuk memenuhi
hasratnya, tidak menolaknya tanpa alasan yang syar‘i, dan tidak menjauhi tempat
tidur suaminya, karena ia tahu dan takut terhadap berita Rasulullah Shallallahu
‘alaihi wa sallam:
وَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْ رَجُلٍ يَدْعُو
امْرَأَتَهُ إِلَى فِرَاشِهِ فَتَأْبَى عَلَيْهِ إِلاَّ كَانَ الَّذِي فِي
السَّمَاءِ سَاخِطًا عَلَيْهَا حَتَّى يَرْضَى عَنْهَا
“Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, tidaklah
seorang suami memanggil istrinya ke tempat tidurnya lalu si istri menolak
(enggan) melainkan yang di langit murka terhadapnya hingga sang suami ridha
padanya.” (HR. Muslim no.1436)
إِذَا بَاتَتِ الْمَرْأَةُ مُهَاجِرَةً فِرَاشَ
زَوْجِهَا لَعَنَتْهَا الْمَلاَئِكَةُ حَتَّى تَرْجِعَ
“Apabila seorang istri bermalam dalam keadaan
meninggalkan tempat tidur suaminya, niscaya para malaikat melaknatnya sampai ia
kembali (ke suaminya).” (HR. Al-Bukhari no. 5194 dan Muslim no. 1436)
Demikian yang dapat kami sebutkan dari keutamaan dan
sifat-sifat istri shalihah, mudah-mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memberi
taufik kepada kita agar dapat menjadi wanita yang shalihah atau mendapatkan
istri yang shalihah, amin.
***
Foot note:
[1] Atau ia belajar agama namun tidak mengamalkannya
[2] Tempat untuk bersenang-senang (Syarah Sunan An-Nasai
oleh Al-Imam As-Sindi rahimahullah, 6/69)
[3] Karena keindahan dan kecantikannya secara dzahir
atau karena bagusnya akhlaknya secara batin atau karena dia senantiasa
menyibukkan dirinya untuk taat dan bertakwa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala
(Ta‘liq Sunan Ibnu Majah, Muhammad Fuad Abdul Baqi, Kitabun Nikah, bab Afdhalun
Nisa, 1/596, ‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
[4] Dengan perkara syar‘i atau perkara biasa (‘Aunul
Ma‘bud, 5/56)
[5] Mengerjakan apa yang diperintahkan dan melayaninya
(‘Aunul Ma‘bud, 5/56)
[6] Bukan dalam bermaksiat kepada Allah Subhanahu wa
Ta’ala, karena tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam bermaksiat kepada
Al-Khaliq.
[7] Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Mengetahui bahwasanya
Nabi-Nya tidak akan menceraikan istri-istrinya (ummahatul mukminin), akan
tetapi Allah Subhanahu wa Ta’ala mengabarkan kepada ummahatul mukminin tentang
kekuasaan-Nya, bila sampai Nabi menceraikan mereka, Dia akan menggantikan untuk
beliau istri-istri yang lebih baik daripada mereka dalam rangka menakuti-nakuti
mereka. Ini merupakan pengabaran tentang qudrah Allah Subhanahu wa Ta’ala dan
ancaman untuk menakut-nakuti istri-istri Nabi , bukan berarti ada orang yang
lebih baik daripada shahabat Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam (Al-Jami‘ li
Ahkamil Qur’an, 18/126) dan bukan berarti istri-istri beliau tidak baik bahkan
mereka adalah sebaik-baik wanita. Al-Qurthubi rahimahullah berkata:
“Permasalahan ini dibawa kepada pendapat yang mengatakan bahwa penggantian
istri dalam ayat ini merupakan janji dari Allah Subhanahu wa Ta’ala untuk
Nabi-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam, seandainya beliau menceraikan mereka di
dunia Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menikahkan beliau di akhirat dengan
wanita-wanita yang lebih baik daripada mereka.” (Al-Jami‘ li Ahkamil Qur’an,
18/127)
(Dikutip dengan sedikit penyesuaian dari
salafiyunpad.wordpress.com/2007/09/15/keutamaan-sifat-sifat-istri-shalihah/)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar